16 September Hari Kakao

16 September Ditetapkan Hari Kakao Indonesia

Jakarta – Pemerintah menetapkan Hari Kakao Indonesia pada tanggal 16 September. Hal ini dilakukan untuk dapat mendukung nilai tambah cokelat.

bijian kakao
bijian kakao

“Indonesia masih nomor tiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Ini upaya untuk mewujudkan produsen kakao terbesar. Ini perlu untuk menjadi penghasil kakao terbesar dunia,” ujar Menteri Pertanian Suswono di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (12/10).
Pemilihan tanggal 16 September ini mengacu kepada semangat juang sejarah penemuan klon unggulan kakao di Indonesia yang merupakn hasil penelitian cukup lama. Yakni sekira 35 tahun yang dikenal dengan DR1, DR2, dan DR38, yaitu Djati Renggo.
Sepakat mengenai pentingnya memiliki Hari Kakao Indonesia, seluruh pemangku kepentingan disektor kakao telah mengusulkan kepada pemerintah untuk menetapkan bahwa tanggal 16 september sebagai Hari Kakao Indonesia.

16 September Hari Kakao

Dia melanjutkan, kakao merupakan komoditas andalan perkebunan, mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia, pemasok peringkat ketiga devisa negara di sektor perkebunan, sumber pendapatan dan penciptaan lapangan kerja baru 1,6 juta petani. Sebagai negara produsen kakao terbesar ketiga dunia Indonesia dinilai memiliki peluang besar dalam mengisi kebutuhan pasar dunia disamping peluang pasar domestik untuk 240 juta penduduk Indonesia.

Namun dengan kondisi mutu dan produktivitas yang rendah, yang antara lain disebabkan oleh umur tanaman kakao yang sudah tua, serangan hama penyakit khususnya Penggerek Buah Kakao (PBK) dan penyakit vaskular streak dieback (VSD). Di samping itu biji kakao belum difermentasi. Sehingga kejayaan kakao Indonesia belum dapat dinikmati sepenuhnya oleh petani kakao selaku produsen bahan baku, dan industri kakao di dalam negeri selaku pengolah bahan baku.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan bahwa konsumsi coklat dalam negeri harus ditingkatkan. Saat ini, konsumsi dalam negeri masih 60-70 ribu ton/tahun. “Konsumsi dalam negeri harusnya double dari sekarang. Kita bisa 150 ribu ton/tahun. Peluang itu di kue dan bakery, kosmetik, minuman,” katanya.

Sedangkan untuk tingkat produksi dalam negeri, saat ini baru mencapai 712 ribu ton di lahan seluas 1,6 juta hektar.  Bayu menargetkan, di tahun 2015, produksi kakao dalam negeri akan meningkat hingga 1 juta. “Di Kemendag (kementerian perdagangan) kami memperhitungkannya di tahun 2015-2016 produksi kita harus 1 juta,” pungkas Bayu. dt

Diberbagai Wacana diatas banyak sekali yang nantinya akan mengembangkan untuk pengelolaan biji kakao, berikut kami kutip dari beberapa website :

Eksportir Kota Medan Tertarik Kelola Kakao di Madina
MedanBisnis – Panyabungan. Salah satu eksportir asal Kota Medan menyatakan siap untuk mengembangkan kakao di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Hal ini didasarkan pada potensi sumber daya alam (SDM) yang sangat mendukung, ditambah tingginya hasil produksi kakao petani di daerah tersebut.

Kesiapan itu dibeberkan Kepala Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menangah (UKM), Erman Gappar Nasution, kepada MedanBisnis di ruang kerjanya, Jum”at (12/10). Erman tidak mengungkapkan nama eksportir asal Kota Medan yang tertarik menampung kakao produksi petani Madina, dengan alasan masih menunggu realisasi dan pertemuan berikutnya.
Namun Erman mencoba meyakinkan kalau eksportir asal Medan tersebut benar-benar tertarik mengembangkan tanaman kakao maupun menampung hasil penen kakao masyarakat.

“Beberapa waktu yang lalu saya sudah berbincang-bincang dengan eksportir kakao asal Kota Medan ini. Dari perbincangan itu sang eksporter mengatakan dari kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Utara hanya tinggal Kabupaten Mandailing Natal saja yang masih banyak memproduksi kakao,” ujarnya.
Erman kembali mengutip pernyataan eksportir kako yang masih dirahasiakan namanya yang menyebutkan sebenarnya peluang pasar kakao petani Madina masih terbuka lebar, hal ini dibuktikan dengan masih menjadi primadonanya produksi kakao Madina di pasaran dunia.
Erman mengatakan, melihat potensi yang terbuka luas itu, sang eksportir itu mengakui perlu membuat langkah terkait seperti pembinaan dan pengembangan petani kakao agar terus meningkatkan hasil produksinya.

“Selama ini kakao dari Madina selalu dikirim ke Sumatera Barat, padahal untuk bahan eksportir di Sumut masih sangat kurang. Pada kesempatan itu juga dia menyatakan kesiapan menampung hasil panen petani Madina. Bahkan eksporter juga bersedia memberikan berbagai masukan kepada petani dalam merawat tanaman kakao di Madina” katanya.

Untuk itulah, tambahnya, dari peluang peningkatan perekonomian petani ke depan akan berupaya menjalin kerjasama dengan petani, maupun Dinas Kehutanan Perkebunan. Dengan demikian, kata dia, para petani kako di daerah terbantu, termasuk mampu menambah kesejahteraan.
Secara terpisah, Habibullah, seorang petani kako, mengatakan selama ini banyak dari pengumpul maupun petani menjual hasil penen kakaonya ke Sumatra Barat. Sebab, kata dia, selain harga kakao di pasaran Madina bersaing, juga dari sisi jarak relatif lebih dekat ketimbang harus dijual ke Kota Medan.

Namun jika ada eksportir yang mau langsung turun ke Madina, Habibulah mengatakan akan menyambut baik hal itu, apalagi membeli langsung dari petani kakao. “Tentulah akan kami sambut baik, sebab harga kakao yang disepakati sudah pasti lebih bagus,” ujar Habibulah.
Dia berharap pembeli asal Medan merealisasikan pembelian kakao. Apalagi, ujar Habibulah, produksi kakao di tiap kecamatan di Madina cukup banyak. Ia lalu mencontohkan Kecamatan Panyabungan Selatan yang mampu menghasilkan panen kakao hingga 12 ton untuk setiap kali panen atau setiap dua minggu sekali.

“Itu baru satu kecamatan, bagaimana dengan kecamatan lain? Jika harga untuk saat ini yang kakao kering berkisar Rp.17.500 per kilogram, maka saya selaku petani kakao optimis jika ada eksportir yang langsung bekerjasama dengan petani otomatis maka kehidupan kami akan terbantu. Sebab, biasanya harga di pengumpul tidak menentu, selalu naik turun,” tegas Habibulah. ( zamharir rangkuti) ( medanbisnisdaily.com )

Madiun (ANTARA News) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Madiun, Jawa Timur, terus mengembangkan pembudidayaan tanaman kakao di wilayahnya guna mendukung peningkatan perekonomian petani di lereng Gunung Wilis.
Bupati Madiun Muhtarom mengatakan, pembudidayaan tersebut dilakukan melalui kegiatan “Integrasi Kasepo”, yakni integrasi penanaman komoditas kakao, sengon, dan porang yang rata-rata berada di hutan lereng Gunung Wilis.
“Melalui pembudidayaan kakao, petani di daerah lereng Gunung Wilis yang tidak dapat menanam padi bisa beralih, sehingga pendapatan ekonomi tetap ada,” ujar Bupati di Madiun, Rabu.

Pembudidayaan kakao melalui Integrasi Kasepo ini selain melibatkan para petani juga melibatkan beberapa dinas terkait, seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun), Dinas Pertanian, dan juga Dinas Koperasi dan UMKM untuk memberikan pendampingan dan bantuan.
Di antaranya, Dinas Hutbun memberikan bantuan benih kakao dan pendampingan pemeliharaan tanaman kakao. Dinas Pertanian memberikan bantuan pupuk dan obat pembasmi hama. Kemudian, Dinas Koperasi dan UMKM memberikan bantuan kredit modal lunak untuk pengembangan industri pengolahan biji kakao.
“Pembudidayaan ini juga didukung dengan adanya infrastruktur pabrik mini coklat di Desa Segulung, Kecamatan Dagangan. Biji kakao yang dihasilkan petani bisa diolah di pabrik tersebut menjadi bubuk coklat, minuman coklat, dan permen coklat,” papar Muhtarom.
Biji kakao juga dapat dijual langsung ke para pedagang pengepul untuk kemudian disetorkan ke pabrik-pabrik tertentu yang ada di kota besar.
Bupati menambahkan, pembudidayaan kakao di Kabupaten Madiun sebetulnya sudah cukup lama dilakukan oleh para petani. Hanya saja, waktu itu belum maksimal. Pihaknya berkeinginan untuk terus mengembangkan produksi tanaman tersebut.
Hingga kini luas lahan pembudidayaan kakao di Kabupaten Madiun mencapai 4.180 hektare yang terdapat di kecamatan lereng Wilis, yakni Dagangan dan Kare. Sementara hasil produksi kakao setiap tahunnya rata-rata mencapai 406 ton dengan nilai produksi mencapai Rp8 miliar dan melibatkan sekitar 12.525 kepala keluarga.
“Pembudidayaan tanaman kakao ini sangat penting di Kabupaten Madiun, karena selain ekonomis, kakao juga membantu rehabilitasi hutan di lereng Gunung Wilis,” tutur Bupati. (antaranews.com)

Artikulli paraprakMusim Hujan Indonesia
Artikulli tjetërArti dan Manfaat Kacang Mete

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini